Makassar - Himpunan Mahasiswa Teknologi Pendidikan (Himatekpen) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar menggelar dialog kemahasiswaan yang membahas digitalisasi pendidikan, di Balai Sidang Lantai 2 Unismuh Makassar, Ahad, 25 Mei 2025. Pihak pelaksana menganggap tema itu penting dibahas karena dua alasan, yaitu digitalisasi menambah peluang inklusif institusi pendidikan atau justru menambah kesenjangan baru.
Dialog itu melibatkan Sekretaris Jenderal Ikatan Mahasiswa Teknologi Pendidikan Seluruh Indonesia (IMATEPSI) Jundu M. Dalam sambutannya, ia menyampaikan terima kasih kepada Himatekpen atas undangannya sebagai salah satu pihak untuk menghadiri dialog itu dan merasa terhormat mewakili IMATEPSI.
Selanjutnya, ia membahas tiga pilar pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai komponen penting pendukung sukses belajar anak didik, tak hanya pada institusi wajib belajar 12 tahun, tapi juga di kampus.
“Keberhasilan generasi kita mencapai target pendidikan Indonesia tidak hanya diukur dari kemampuan sekolah atau kampus mendidik mereka, tapi juga dukungan dari keluarga serta lingkungan yang sehat,” kata Jundu.
Artinya, kata dia, orang tua tak hanya membebankan tanggung jawab kepada institusi tempat anaknya sekolah tapi juga melakukan pengawasan dan pemantauan di luar jam pelajaran pendidikan formal. Karena itu, ia bersyukur dan mengapresiasi Himatekpen Unismuh Makassar aktif berkontribusi, tak hanya membuka wadah bagi mahasiswa belajar berkelompok, tapi juga mendiskusikan topik-topik yang relevan untuk kemajuan pendidikan.
Di tempat yang sama, ketua Prodi Teknologi Pendidikan FKIP Unismuh Makassar, Muhammad Nawir mengapresiasi dan berterima kasih kepada sejumlah narasumber yang meluangkan waktu berbagi insight dan pengalam mereka tentang pendidikan. Meskipun, kata dia, pemateri-pemateri itu memiliki kepadatan agenda, mereka masih menyempatkan hadir pada dialog itu.
“Kehadiran pemateri ini sangat berarti bagi kami, semoga kami memperoleh manfaat yang besar dari diskusi hari ini,” tutur Nawir.
Terpisah, Wakil Dekan III FKIP Unismuh Makassar, Muhammad Akhir secara resmi membuka kegiatan itu. Dalam sambutannya, ia mengapresiasi Himatekpen selaku penyelenggara dialog.
“Ini adalah kegiatan yang sangat luar biasa. Ini tak sekedar dialog kemahasiswaan, tetapi dialog pendidikan, isu dan topiknya krusial. Tema ini mengajak kita berpikir kritis, apakah digitalisasi menjadi peluang inklusif yang menguntungkan semua pihak atau justru menjadi bumerang yang memicu kesenjangan-kesenjangan baru dalam sistem pendidikan kita,” kata dia.
Diketahui, dialog itu mengangkat tema “Digitalisasi Pendidikan, Peluang Inklusif atau Pemicu Kesenjangan Baru” yang melibatkan Staf Ahli Bidang Manajemen Talenta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebagai pembicara pertama.
Kedua pemateri membahas berbagai aspek digitalisasi pendidikan, mulai dari pemerataan akses, kesiapan infrastruktur, hingga tantangan sosial-kultural yang dihadapi mahasiswa dan tenaga pendidik.
Sebagaimana diketahui, Mariman Darto telah meluncurkan Rumah Pendidikan, super aplikasi yang mengintegrasikan berbagai layanan pendidikan digital dalam satu platform. Aplikasi ini menggantikan ratusan sistem terpisah yang digunakan siswa, guru, orang tua, sekolah, dan pemerintah. Transformasi ini bertujuan menyederhanakan akses, meningkatkan efisiensi anggaran dan administrasi, serta memperkuat layanan pendidikan.
Rumah Pendidikan mendukung tujuh kebijakan strategis, seperti wajib belajar 13 tahun, pemerataan akses, tata kelola, dan pendidikan karakter. Layanan unggulan seperti Sekolah Kita, Relawan Pendidikan, dan Kolaborasi Pendidikan Berkelanjutan memperkuat ekosistem yang kolaboratif dan inklusif. Melalui inisiatif ini, diharapkan sistem pendidikan nasional menjadi lebih efektif, efisien, dan berdampak luas.
Sementara pembicara kedua adalah KaSi Pelayanan Sumber Daya Belajar TIK Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan (Sulsel) Ervin Cahyadi menjelaskan tentang tawaran peluang Digitalisasi Pendidikan, yakni peningkatan akses dan kualitas pendidikan, khususnya di daerah terpencil melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Salah satunya adalah Program Smart School di Sulsel, yang mencerminkan upaya daerah menyetarakan mutu pendidikan melalui sistem hybrid yang terstandar.
Namun, kata ervin, digitalisasi berisiko memperlebar kesenjangan jika akses teknologi tidak merata. Tantangan utama mencakup infrastruktur TIK, distribusi guru, dan keterbatasan perangkat serta koneksi, terutama di daerah terpencil.
Dengan strategi seperti penguatan PJJ, penggunaan LMS, dan solusi internet seperti Starlink, digitalisasi dapat menjadi solusi pendidikan yang inklusif, adil, dan berkualitas.
Tulis Komentar